Oleh : Ismit G.Abdullah
Dalam setiap wacana politik yang dibahas tentang perubahan masyarakat adil dan sejahtera, tapi pada realitasnya tidak ada perubahan yang ada hanyalah memperpanjang garis pembodohan dan ketidakadilan, mengapa demikian?. Karena secara teoritis politik merupakan suatu pemikiran yang mempertahankan kekuasaan, sehingga kepentingan rakyat sering diabaikan lalu komunitas elit politik diutamakan.
Menurut Niccolo Machiavelli dalam bukunya tentang “Sang Pangeran” bahwa sumber kekuasaan adalah negara, oleh karena itu negara memiliki kedaulatanfoto dan kedudukan tertinggi dengan kekuasaanya yang bersandar pada pengalaman manusia.
Dalam pemikiranya, sifat alamiah manusia sangat kontradiktif dengan prinsip humanis, sehingga Kekuasaan memiliki otonomi terpisah dari nilai moral. Olehnya itu kekuasaan tidak membutuhkan moralitas, maka kekuasaan bukanlah alat untuk mengabdi pada kebajikan, keadilan dan kebebasan dari Tuhan, melainkan kekuasaan sebagai alat untuk mengabdi pada kepentingan Negara.
Hemat penulis, Kepentingan Negara hanyalah bergulat pada ruang lingkup Istana the prince, tidak sampai pada totalitas kepentingan rakyat, karena dengan otoritas kekuasaanya dapat mengatur seluruh sistem pengaturan yang ada dalam Negara. Dengan demikian kepentingan kekuasaan itu telah dicapai, maka selanjutnya upaya untuk mempertahankan status quo sebagai penguasa/raja.
Menurut Nietzsche dalam bukunya Der Wille Zur Macht (The Will To Power), Hakekat kekuasaan yang dimengerti oleh Nietzsche adalah pedoman dan ukuran yang menentukan hidup manusia dalam segala bidang. Egalitarisme pun dilatarbelakangi oleh motif kekuasaan.
Kemudian Kekuasaan dalam pandangan Nietzsche merupakan dasar dan pendorong bagi seluruh tindakan manusia, termasuk tindakan baik yang dilakukan seseorang digerakkan oleh kehendak berkuasa. “Menurut Nietzsche kehendak adalah kekuatan yang memerintahkan tanpa mengandaikan suatu satbilitas/pasivitas.
Dalam pandangan Nietzche demikian, menurut anggapan penulis bahwa Decision Macking pada lingkaran kekuasaan dalam istana the prince itu, harusnya mampuh menjaga kesimbangan dalam tatanan sosial secara totalitas, karena hidup bukan personal yang menurut Aristoteles dalam The Politics Aristotle , bahwa manusia adalah Zoon Politicon. Pada pengertianya adalah manusia merupakan mahluk sosial, mahluk yang selalu berhubungan dengan manusia lainya. Itu artinya bahwa manusia tidak bisa hidup secara individu.
Lain lagi dengan kekuasaan irasionalitas karena kekuasaan lebih mempertahankan kepentingan personality dan kelompok elit yang tidak punya nilai (morality). Meskipun kita tidak bisa menolak atas kepentingan individu karena manusia tidak bisa dibelah menjadi dua, menurut penulis tentu ini rasional, tetapi rasionalitas secara universal itu amblas akibat arus frekuensi kepentingan untuk berkuasa terlalu kuat, sehingga kemudian rasionalitas itu pun beralih menjadi irasionalitas yang pada akhirnya orientasi politik kekuasaanya benar-benar memuncak dan menguasai manusia serta membawa manusia taat pada pembodohan, ketidakadilan, dan penindasan. Hal ini merupakan kejahatan asimetris dengan kohesinya yang abstraksi.
Komentar