oleh

POLITIK CANDU, Catatan Pinggir Perjalanan Politik Era Reformasi

-Artikel, Esai, Opini-171 views

Penulis : Hajirin Radja

Ketika saya masih SD sampai dengan SMA, kondisi kehidupan masyarakat begitu bersahaja. Situasi kehidupan sosial politik masyarakat saat itu tidak seperti kondisi saat ini.

Politik saat itu tidaklah semeriah apa ang kita lihat saat ini. Eforia pemilu lima tahun sekali hanya ramai menjelang pelaksanaan pemilihan saja. Setelah ada hasil pemilu dan pemilihan presiden , sudah tidak lagi ada cerita di sepanjang malam membahas politik. Orang-orang fokus dengan urusannya masing-masing, jika petani ia sibuk mengurusi kebunnya jika dia nelayan, ia sibuk dengan pekerjaan melautnya. Para pegawai, polisi, tentara, karyawan perusahaan bahkan sampai pada politisi sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Hari ini kondisi itu tidak terasa lagi. Jika dulu, telivisi menyiarkan berita tentang kerja-kerja para menteri dalam program yang telah dirancang dan direncanakan bersama dengan presiden. Maka kita tidak mendengar ada berita seorang pejabat ditangkap gara-gara korupsi. Atau berita tentang riuh rendahnya politik di daerah yang memenuhi layar televisi kita. Sama sekali tidak terlihat itu. Yang ada adalah tayangan program yang telah disusun mulai dari urusan pertanian sampai urusan pendidikan.

Hari ini berita televisi sepanjang hari banyak memuat tentang urusan politik, korupsi dan kriminal.

Politik saat ini seperti candu. Ia telah membuat banyak orang menjadi ketagihan. Rasanya tidak enak duduk² kalau tidak  membahas politik. Sampai² kecanduan itu hampir saja membuat putus hubungan silaturahmi antar sesama manusia.

Bagaimana tidak, bila tiba musim pilkada maka memunculkan sekat-sekat diantara masyarakat akibat dari beda pendapat dan beda pilihan. Bahkan tidak jarang candu politik ini memunculkan fitnah ditengah-tengah masyarakat hanya sekedar memuluskan calon yang akan diusung. Urusan pribadi dan keluarga dari masing-masing calon telah menjadi konsumsi publik. Bahkan tak jarang candu politik ini memperhadapkan antar sesama saudara untuk maju bertarung merebut hati rakyat. Kondisi ini memunculkan polemik ditengah masyarakat yang mendukung  diantara para calon itu. Pilkada benar-benar kini telah menjadi candu.

Candu politik  bisa jadi membuatmu bertengkar dengan saudara, berseteru dengan guru, bermusuhan dengan kawan, dan berjauhan dengan tetangga. Pengaruhnya (memabukkan) lebih berbahaya daripada narkotika.

Candu politik  membuat orang memilih Calon Kepala Daerah yang (aslinya) tidak terlalu engkau kenali lebih engkau utamakan dan engkau bela daripada sahabat dan handai taulan. Ia telah membuat mabuk hingga hilang kesadaran.

Candu politik membuat setiap orang melewati hari, dimana akal dan pikiran hanya terfokus dan terforsir untuk urusan pilkada, seolah-olah itulah masalah utama hidup ini. Ia bahkan bisa membuat orang lupa tuhan dan menjauh dari agama.

Candu politik telah meracuni pikiran orang sehingga sibuk  berinteraksi dengan manusia, mencari penggalangan dukungan dan suara. Efek candunya bisa membuat sulit hidup apa adanya di tengah masyarakat.

Candu politik membuat orang begitu semangat membelanjakan uangnya untuk pemenangan pemilu, bahkan menganggap hal itu adalah bagian daripada infaq fii sabilillah.

Bahkan candu poitik membuat orang bereforia merayakan kemenangan calon  bak kemenangan di medan peperangan yang maha dahsyat. orang lupa diri kala mendengar hasil pengumuman karena sedang mabuk politik.

Jika candu ini tetap terpelihara dengan baik dalam hati, maka sampai kapan kita melihat ada kemajuan dan perubahan.

Maka tiada jalan yang baik selain Basuhlah wajahmu dengan air wudhu agar terbuka matamu bahwa politik itu tidak jauh dari rebutan jabatan dan kekuasaan an sich. Melainkan ladang untuk berbuat kebaikan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed