JAKARTA, Malutline – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa percepatan pembacaan keputusan pemberhentian di Mahkamah Konstitusi (MK) akan memungkinkan pelantikan pemimpin daerah secara bersamaan. Langkah ini diambil guna memastikan kepastian hukum dan kelancaran pemerintahan di daerah.

Menurut Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 24 Januari 2025, pembacaan keputusan pemberhentian untuk pemimpin daerah yang bersengketa dijadwalkan pada 4 hingga 5 Februari 2025. Jadwal ini lebih cepat dibandingkan aturan sebelumnya dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 Tahun 2024, yang menetapkan pembacaan keputusan pada 11 hingga 13 Februari 2025.

Keputusan pemberhentian merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menentukan apakah suatu sengketa Pilkada dapat dilanjutkan atau dihentikan. Keputusan ini menjadi dasar bagi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk menetapkan pasangan calon yang memenangkan Pilkada.

Dengan percepatan pembacaan keputusan pemberhentian, pelantikan pemimpin daerah terpilih tanpa sengketa yang sebelumnya dijadwalkan pada 6 Februari 2025 akan disesuaikan. Tujuannya adalah menunggu hasil keputusan Mahkamah Konstitusi, sehingga pelantikan dapat dilakukan secara bersamaan dengan jumlah yang lebih banyak.

Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyampaikan, “Kami telah melapor kepada Bapak Presiden, yang pada intinya beliau tidak keberatan jika pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa digabungkan dengan mereka yang sengketanya dibatalkan dalam keputusan pemberhentian, mengingat waktunya cukup singkat.” Pernyataan ini disampaikan kepada wartawan usai pertemuan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar proses pelantikan pemimpin daerah dipercepat. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah memberikan kepastian hukum dan mempercepat kinerja pemerintahan daerah demi kesejahteraan masyarakat. Menteri Dalam Negeri menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memahami keputusan Mahkamah Konstitusi secara menyeluruh.

“Instruksi Presiden kepada saya adalah untuk mempercepat proses pelantikan bagi pemimpin daerah terpilih yang tidak bersengketa dan yang telah dihentikan melalui keputusan sela, agar mereka bisa segera menjabat, memberikan kepastian, dan bekerja untuk masyarakat,” ujar Tito Karnavian.

Sebagai langkah lanjutan, Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi II DPR RI pada Senin (3/2/2025) guna membahas lebih lanjut pelaksanaan pelantikan pemimpin daerah hasil Pilkada 2024. Selain itu, untuk mendukung percepatan ini, Kementerian Dalam Negeri juga berencana menggelar rapat daring dengan para gubernur, ketua DPRD provinsi, dan sekretaris daerah provinsi.

Dengan percepatan ini, diharapkan pemimpin daerah yang telah sah terpilih dapat segera dilantik dan menjalankan tugasnya, sehingga roda pemerintahan di daerah dapat berjalan dengan optimal demi kepentingan masyarakat luas.

(Red)

Jakarta,Malutline – Aliansi Mahasiswa Maluku Utara (ALMMAT) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pada Jumat (24/1/2025). Dalam aksi tersebut, Sahrir Jasmin bertindak sebagai koordinator lapangan (korlap). Massa yang tergabung dalam ALMMAT menyampaikan sejumlah tuntutan kepada KPK terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan beberapa nama.

Dalam seruan aksi tersebut, ALMMAT menyuarakan tiga tuntutan utama:

Pertama : ALMMAT mendesak KPK untuk segera menetapkan Ahmad Purbaya sebagai tersangka. Nama Ahmad Purbaya disebutkan dalam surat dakwaan KPK terhadap terdakwa AGK dengan nomor perkara 51/TUT.01.04/05/2024.

Kedua : Massa aksi juga meminta agar KPK segera menahan Ahmad Purbaya atas dugaan pemberian suap sebesar Rp1,2 miliar secara bertahap di Hotel Bidakara kepada AGK dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp109 miliar.

Ketiga : KPK diminta untuk menangkap Ahmad Purbaya sebagai pelaku pemberi suap yang diduga kuat memiliki peran penting dalam kasus tersebut.
Kasus ini berpusat pada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp109 miliar yang melibatkan terdakwa AGK. Dalam proses hukum, muncul nama Ahmad Purbaya yang diduga turut memberi suap kepada AGK. Massa aksi menilai bahwa langkah hukum terhadap Ahmad Purbaya harus dilakukan untuk menegakkan prinsip keadilan dan pemberantasan korupsi.

Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan ALMMAT terhadap lambannya proses hukum yang melibatkan nama-nama besar dalam kasus korupsi ini. ALMMAT berharap KPK dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat, khususnya Ahmad Purbaya.

digelar di depan Gedung KPK RI, Jakarta, pada Jumat, 24 Januari 2025. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam ALMMAT hadir dengan membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan mereka.

Hingga berita ini ditulis, pihak KPK belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan yang disampaikan oleh ALMMAT. Namun, massa aksi berharap KPK dapat segera memberikan kepastian hukum atas kasus ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Melalui aksi ini, ALMMAT menegaskan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan adil. Mereka berharap agar kasus ini dapat segera dituntaskan, dan semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku. (Red)

Jakarta,Malutline – Aliansi Mahasiswa Maluku Utara (ALMMAT) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pada Jumat (24/1/2025). Dalam aksi tersebut, Sahrir Jasmin bertindak sebagai koordinator lapangan (korlap). Massa yang tergabung dalam ALMMAT menyampaikan sejumlah tuntutan kepada KPK terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan beberapa nama.

Dalam seruan aksi tersebut, ALMMAT menyuarakan tiga tuntutan utama:

Pertama : ALMMAT mendesak KPK untuk segera menetapkan Ahmad Purbaya sebagai tersangka. Nama Ahmad Purbaya disebutkan dalam surat dakwaan KPK terhadap terdakwa AGK dengan nomor perkara 51/TUT.01.04/05/2024.

Kedua : Massa aksi juga meminta agar KPK segera menahan Ahmad Purbaya atas dugaan pemberian suap sebesar Rp1,2 miliar secara bertahap di Hotel Bidakara kepada AGK dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp109 miliar.

Ketiga : KPK diminta untuk menangkap Ahmad Purbaya sebagai pelaku pemberi suap yang diduga kuat memiliki peran penting dalam kasus tersebut.

Kasus ini berpusat pada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp109 miliar yang melibatkan terdakwa AGK. Dalam proses hukum, muncul nama Ahmad Purbaya yang diduga turut memberi suap kepada AGK. Massa aksi menilai bahwa langkah hukum terhadap Ahmad Purbaya harus dilakukan untuk menegakkan prinsip keadilan dan pemberantasan korupsi.

Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan ALMMAT terhadap lambannya proses hukum yang melibatkan nama-nama besar dalam kasus korupsi ini. ALMMAT berharap KPK dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat, khususnya Ahmad Purbaya.

digelar di depan Gedung KPK RI, Jakarta, pada Jumat, 24 Januari 2025. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam ALMMAT hadir dengan membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan mereka.

Hingga berita ini ditulis, pihak KPK belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan yang disampaikan oleh ALMMAT. Namun, massa aksi berharap KPK dapat segera memberikan kepastian hukum atas kasus ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Melalui aksi ini, ALMMAT menegaskan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan adil. Mereka berharap agar kasus ini dapat segera dituntaskan, dan semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku. (Red)

Jakarta,Malutline – Dalam kunjungannya ke Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, memaparkan visi dan strategi pemerintahannya untuk memajukan sektor pariwisata, ekonomi kreatif, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta pengembangan produk lokal. Pertemuan ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata Halmahera Selatan, Ali Dano Hasan, serta Kepala Bidang Pendapatan Daerah.

Dikenal sebagai “Negeri 101 Destinasi”, Halmahera Selatan memiliki kekayaan alam dan budaya yang menjanjikan untuk menjadi pusat pariwisata di kawasan timur Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Bupati Bassam menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dan kementerian terkait guna mendukung promosi serta pengembangan infrastruktur pariwisata.

“Kami memiliki destinasi unggulan seperti wisata bawah laut, pulau-pulau eksotis, dan budaya lokal, termasuk Festival Marabose, yang dapat menjadi daya tarik utama bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun, pengembangan infrastruktur, transportasi, dan promosi masih menjadi tantangan besar yang membutuhkan perhatian dan dukungan dari pemerintah pusat,” ujar Bupati Bassam.

Tidak hanya sektor pariwisata, diskusi juga membahas strategi pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif sebagai pilar penting pembangunan ekonomi daerah. Bupati Bassam menjelaskan bahwa pemerintahannya memprioritaskan dukungan berupa akses permodalan, pelatihan keterampilan, dan perluasan pasar bagi produk lokal Halmahera Selatan.

“Produk lokal kami, seperti kerajinan tangan, kuliner tradisional, hingga seni budaya, memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar nasional bahkan internasional. Namun, tantangan utama yang harus kami hadapi adalah standardisasi kualitas produk dan branding agar lebih kompetitif,” tambahnya.

Bupati Bassam Kasuba menekankan bahwa keberhasilan pembangunan berkelanjutan di Halmahera Selatan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak.

“Kami tidak dapat bekerja sendiri. Dukungan dari pemerintah pusat, pelaku usaha, masyarakat lokal, serta sinergi dengan DPR-RI sangat penting untuk merealisasikan visi kami. Saya yakin dengan kerja sama yang baik, Halmahera Selatan dapat menjadi salah satu pusat pariwisata dan ekonomi kreatif yang berdaya saing,” tegasnya.

Dengan adanya perhatian dari Fraksi PKS DPR-RI, Bupati Bassam berharap ada langkah konkret berupa alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan promosi pariwisata Halmahera Selatan. Selain itu, ia juga mendorong terciptanya regulasi yang mendukung pengembangan UMKM dan ekonomi kreatif di daerah.

Pertemuan ini menjadi langkah awal yang positif untuk memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan DPR-RI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah berbasis pariwisata dan ekonomi kreatif. Hal ini sejalan dengan visi besar Halmahera Selatan untuk menjadi daerah yang maju, mandiri, dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional. (Red)

malutline.com – Sejak awal, hukum seharusnya menjadi fondasi bagi masyarakat yang adil dan sejahtera. Namun, dalam praktiknya, esensi hukum sering kali terabaikan, terutama ketika hukum menjadi alat kepentingan kekuasaan. Ketidakseimbangan antara pihak yang kuat dan lemah menjadi tantangan serius dalam menegakkan asas keadilan yang murni.

Jika hukum dipandang sebagai peraturan yang berlandaskan keadilan, maka asas keadilan itu sendiri harus ditegakkan tanpa memihak. Namun, dalam kenyataannya, kekuasaan sering kali memiliki kemampuan untuk membelokkan jalannya hukum. Dalam sistem hukum modern, mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi sering diberi tatanan yuridis yang memungkinkan mereka menciptakan pengecualian atau bahkan membatalkan validitas hukum yang berlaku.

Hal ini menciptakan paradoks. Orang yang kuat, karena memiliki pengaruh dan sumber daya, mampu mengubah hukum menjadi alat yang melindungi kepentingan mereka. Sementara itu, pihak yang lemah tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan yang sebenarnya. Ketimpangan ini mencerminkan pergeseran hukum dari alat keadilan menjadi instrumen kekuasaan.

Kasus-kasus nyata yang mencerminkan ketimpangan hukum dapat ditemukan dalam perbandingan kasus korupsi yang melibatkan Hervey Moesis dan kasus nenek Asyani. Hervey Moesis, yang terbukti merugikan negara hingga Rp 300 triliun, hanya divonis 6,5 tahun penjara. Sebaliknya, nenek Asyani yang mencuri tujuh batang kayu jati karena kebutuhan mendesak harus menjalani hukuman lima tahun penjara.

Jika ditinjau secara objektif, kerugian negara yang ditimbulkan oleh Hervey Moesis jauh lebih besar dibandingkan dengan perbuatan nenek Asyani. Namun, perbedaan perlakuan hukum ini mencerminkan bias sistem hukum terhadap mereka yang memiliki kekuasaan atau sumber daya.

Ketimpangan hukum semacam ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Menurut hemat saya, hukum semestinya tidak memandang siapa yang memiliki kekuasaan atau harta. Asas keadilan harus menjadi landasan utama yang dipegang teguh dalam setiap keputusan hukum.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan beberapa langkah konkret: Pertama, Sistem hukum harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada celah bagi kekuasaan untuk mempengaruhi putusan hukum. Kedua Penegak hukum harus memiliki integritas yang tinggi dan bebas dari tekanan pihak manapun. Ketiga Masyarakat harus diberdayakan dengan pemahaman tentang keadilan dan hak asasi manusia agar dapat mengawasi jalannya hukum.

Hukum seharusnya menjadi alat untuk menegakkan keadilan, bukan untuk melayani kepentingan kekuasaan. Ketimpangan antara pihak yang kuat dan lemah di mata hukum mencerminkan perlunya reformasi yang mendalam. Hanya dengan menegakkan asas keadilan secara murni, kita dapat menciptakan masyarakat yang benar-benar adil dan sejahtera. (Ismit)

Muat Lagi Berita