HALSEL, Malutline – Imbas dari Politik pelaksanaan pemilihan kepala Desa (Pilkades) secara serentak di kabupaten Halmahera Selatan dimasa kepemimpinan mendiang Bupati Halmahera Selatan Hi Usman sidik pada tahun 2022 dengan keputusan beragam dari panitia Pilkades kabupaten yang di ketuai oleh kadis DPMD Halal Saat itu Faris Hi Madan (Hamlek) yakni ada calon kepala Desa yang hasil pelaksanaan Pilkades secara langsung menang di desa namun kalah di kabupaten dan ada calon kepala Desa yang kalah di desa namun menang di kabupaten berdasarkan hasil sidang sengketa Pilkades di tingkat kabupaten.

Keputusan panitia Pilkades kabupaten Halmahera Selatan yang di ketuai oleh mantan kadis DPMD Halsel Faris Hi Madan ini membuat polemik sosial masyarakat di desa yang bersengketa Pilkades saat itu hingga sekarang hubungan komunikasi dan persaudaraan masyarakat di setiap desa sudah tidak akur lagi seperti terjadi di Desa Loid kecamatan Bacan Barat utara kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.

sehingga dari hasil Putusan sengketa Pilkades oleh panitia kabupaten Halsel tersebut di sengketakan lagi oleh pihak yang merasa di rugikan atas keputusan tersebut sehingga sejumlah kepala Desa yang di nyatakan kalah oleh panitia sengketa Pilkades kabupaten sehingga para calon kades yang tidak puas dengan putusan tersebut langsung mengajukan gugatan Banding di pengadilan tata usaha Negara (PTTUN) dan dari hasil putusan pengadilan PTTUN Ambon mengabulkan gugatan para penggugat sehingga tergugat yang juga kepala desa yang di Lantik oleh mendiang Bupati Halsel Usman sidik akhirnya di berhentikan oleh Bupati Halsel Hasan Ali Basam Kasuba.

Putusan PTUN ambon yang mengabulkan gugatan para pemohon tersebut termasuk Desa Loid kecamatan Bacan Barat Utara, sehingga Bupati Halsel Hasan Ali Basam Kasuba menunjuk Abdulah Hamid sebagai PJs kepala desa Loid menggantikan kades Defenitif Ali abuhaer, sehingga beredar perbincangan hangat di kalangan masyarakat desa Loid, Kecamatan Bacan Barat Utara dimana PJs kades Loid meras gengsi kepada mantan kepala desa defenitif sehingga tidak mau melanjutkan pembangunan kantor desa, di mana ketika momentum pilkada dan Pilkades, sesama kerabat saling bermusuhan bahkan setingkat adik dan Kakak juga sudah tak akur lagi.

Dari retaknya hubungan sosial masyarakat di desa loid yang begitu renggang karena dendam politik PJs kepala Desa Loid Abdullah Hamid dinilai tidak mampu menyatukan hubungan persaudaraan masyarakat di Desa loid bahkan kehadiran yang bersangkutan lebih memperkeruh suasana konflik antara masyarakat sehingga konflik antara Masyaarakat lebih berkepanjangan Pasalnya PJs kepala Desa Loid Abdullah Hamit, di duga menggelapkan anggaran kelanjutan pembangunan kantor Desa sebesar 100 juta rupiah karena pekerjaan lanjutan pembangunan kantor desa yang di anggarkan sebesar 100 juta tidak di gunakan oleh PJs kepala desa Loid Abdullah Hamid untuk kelanjutan pembangunan kantor desa tersebut.

Menurut sumber terpercaya wartawan yang tidak mau di sebut namanya, kepada Malutline kamis (3/04/2025) menjelaskan anggaran yang nilainya 100 juta tersebut tidak di ketahui warga dalam pengelolaan untuk desa.

“Anggaran tersebut di kemanakan, hal ini sangat di sesali oleh warga terhadap PJs desa Loid, yakni Abdulah Hamid yang tidak mampu menyelesaikan pembangunan kantor desa yang sempat di bangun oleh mantan kepala desa Ali Abu Haer,” ungkapnya.

Lanjut dia, oleh karena itu Bupati Halsel Hasan Ali Bassam Kasuba diminta tegas terhadap pejabat desa Loid yang mana, masyaraka mengharapkan kantor desa di tahun 2024 seharusnya selesai namun anggaranya tidak tahu kemana.

“Kami meminta kepada Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba agar dapat memberhentikan PJs desa Loid Abdullah Hamit karena diduga tidak mampu memajukan infrastruktur di desa bahkan tidak layak menjadi seorang pemimpin dikarenakan menyimpan dendam, dan kami harap kepada bupati Halmahera Selatan, kalau perlu pejabat jangan dari guru, pejabat yang datang harus paham pemerintahan”, tutupnya.

Sementara itu hingga berita ini di tayangkan pejabat Loid masih dalam upaya konfirmasi media.(red)

MalutLine.com- Halmahera Selatan

Beredar perbincangan hangat di kalangan masyarakat desa Loid, Kecamatan Bacan Barat Utara yang mana diduga PJs gengsi kepada mantan kepala desa defenitif karena tidak mau lanjutkan pembangunan kantor desa,Rabu/02/04/2025.

Loid merupakan salah satu desa yang kental namanya fanatik politik praktis, di mana ketika momentum pilkada dan Pilkades, sesama kerabat saling bermusuhan bahkan setingkat adik dan Kakak punya sudah tak lagi memandang.

Adanya konfilik yang terjadi di desa loud di momentum pilkades kemarin, hadirlah PJs yang menggantikan kepala desa definitif yang diduga kala bertarung di PTUN kemarin.

Pasalnya PJ Desa Loid yakni Abdullah Hamit, mengelola anggaran sekitaran 100 juta lebih yang seharusnya melanjutkan pembangunan kantor desa, namun hal tersebut diduga fiktif, sebagian besar warga menduga anggaran tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi PJs desa Loid tanpa ada bukti apapun di saat menjabat.

Menurut sumber yang tidak mau di sebut namanya ini menjelaskan anggaran yang sekitaran 100 juta tersebut tidak di ketahui warga dalam pengelolaan untuk desa.

“Anggaran tersebut di kemanakan, hal ini sangat di sesali terhadap PJs desa Loid, yakni Abdulah Hamit yang tidak mampu menyelesaikan pembangunan kantor desa yang sempat di bangun oleh mantan kepala desa Ali Abu Haer,” ungkapnya.

Lanjut dia, oleh karena itu bupati di minta tegas terhadap pejabat desa Loid yang mana, masyaraka mengharapkan kantor desa di tahun 2024 seharusnya selesai namun anggaranya tidak tahu kemana.

“Kami meminta kepada Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba agar dapat memberhentikan PJs desa Loid (Abdullah Hamit ) karena diduga tidak mampu memajukan infrastruktur di dalam desa bahkan tidak layak menjadi seorang pemimpin dikarenakan menyimpan dendam, dan kami harap kepada bupati Halmahera Selatan, kalau perlu pejabat jangan dari guru, pejabat yang datang harus paham pemerintahan”, tutupnya.

Sementara itu pejabat Loid tidak dapat di konfirmasi sehingga berita ini ditayangkan.(Rifaldi)

 

MalutLine.Com,Obi -Halsel

Masyarakat Desa Sosepe, Kecamatan Obi Timur, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) menuntut transparansi dalam pengelolaan anggaran desa. Warga menilai kepemimpinan Kepala Desa (Kades) Sudin Jumati telah menciptakan dinasti politik dalam tubuh pemerintahan desa, yang berdampak pada buruknya tata kelola pemerintahan serta minimnya pembangunan desa. Oleh karena itu, masyarakat meminta Inspektorat Kabupaten Halmahera Selatan untuk melakukan audit khusus terhadap Kades Sudin Jumati.(23/03/2025)

Tuntutan audit ini didasari oleh berbagai dugaan penyalahgunaan wewenang, salah satunya terkait aset desa yang diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi oleh kades. Selain itu, sejumlah jabatan strategis dalam pemerintahan desa diduga dikuasai oleh kerabat dekat kades, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa yang dinilai tidak lagi transparan.

Musa, salah satu warga Desa Sosepe, mengungkapkan bahwa selama kepemimpinan Sudin Jumati, masyarakat melihat tidak adanya transparansi dalam pengelolaan anggaran desa. Menurutnya, pembangunan di desa sangat minim, sementara laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa tidak pernah disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.

“Kades sudah tidak sehat lagi dalam mengelola anggaran desa. Bagaimana tidak? Selama masa kepemimpinannya, pembangunan sangat minim. Bahkan, setiap ada desakan dari masyarakat untuk mengadakan musyawarah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran, kades selalu menolak,” bebernya.

Musa juga menegaskan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui bagaimana anggaran desa digunakan dan memastikan bahwa dana desa dikelola dengan baik demi kesejahteraan bersama.

“Selain dugaan penyalahgunaan anggaran, masyarakat juga menyoroti praktik nepotisme yang terjadi dalam pemerintahan desa. Berdasarkan data yang dihimpun warga, banyak jabatan strategis di Pemerintahan Desa Sosepe yang diisi oleh kerabat dekat Kades Sudin Jumati,” akunya.

Ia menjelaskan daftar dugaan dinasti politik yang ada di tubuh pemerintahan desa yaitu Sarif Nasir (Ketua BPD) adalah  anak mantu kandung kades yang tinggal satu atap dengan kades. Siti Hajar Jumati (Anggota BPD) adalah saudari kandung kades, La Mini Ode Mimu (Kaur Pembangunan) merupakan audara kandung laki-laki dari mertua perempuan kades,Muslimin (Kaur Administrasi) itu Ipar kandung kades, Nasrun Hamnan (Bendahara Desa) adalah Ipar sepupu sekali kades, Hasinu (Kaur Kemasyarakatan) adalah suami dari saudara kandung mertua perempuan kades dan yang terakhir  Sudiamin (Kaur Pemerintahan) merupakan Suami dari saudara sepupu sekali istri kades.

“Masyarakat menilai bahwa dominasi keluarga dalam pemerintahan desa ini telah menghambat sistem pemerintahan yang sehat dan transparan. Hal ini juga menyebabkan tidak adanya mekanisme pengawasan yang objektif, mengingat para pejabat desa memiliki hubungan keluarga yang erat dengan kades,”ungkap Musa.

Selain minimnya transparansi dalam pengelolaan anggaran, masyarakat juga menyoroti dugaan penyalahgunaan aset desa. Menurut Suleman, salah satu warga, aset desa berupa bodi fiber berkapasitas 2,5 ton dengan mesin gantung Yamaha 40 PK yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat desa, justru digunakan oleh kades untuk kepentingan pribadi.

“Bukan hanya anggaran yang tidak transparan, tetapi juga aset desa. Bodi fiber yang seharusnya dimanfaatkan untuk masyarakat malah digunakan untuk kepentingan pribadi oleh kades. Bahkan, kini aset tersebut sudah hangus terbakar dalam insiden kebakaran di Jikotamo yang menghanguskan tiga rumah warga,” jelas Suleman.

Suleman menegaskan bahwa pemerintahan yang bersih berawal dari transparansi. Jika transparansi tidak dapat ditegakkan, maka wajar jika masyarakat mencurigai adanya penyelewengan dan memutuskan untuk bergerak menuntut keadilan.

“Saya  juga berharap Pemerintah Daerah Halmahera Selatan, khususnya dinas terkait dan Inspektorat, segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini,” pintanya.

Menyikapi berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kades, masyarakat Desa Sosepe mengambil langkah konkret dengan membuat petisi penangguhan pencairan anggaran desa tahun 2025. Petisi ini telah ditandatangani oleh banyak warga sebagai bentuk protes terhadap tidak adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan desa.

Masyarakat menegaskan bahwa anggaran desa tidak boleh dicairkan sebelum ada kejelasan terkait pertanggungjawaban penggunaan anggaran sebelumnya. Mereka juga meminta audit khusus terhadap seluruh pengelolaan dana desa dan aset desa yang telah digunakan selama kepemimpinan Sudin Jumati.

“Kami hanya ingin kejelasan. Jika memang tidak ada yang disembunyikan, seharusnya kades bersedia membuka laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Kami tidak akan tinggal diam jika ada penyimpangan yang merugikan masyarakat,” tegas salah satu warga yang ikut menandatangani petisi.

Masyarakat Desa Sosepe berharap agar Pemerintah Daerah Halmahera Selatan dan Inspektorat segera bertindak untuk menyelidiki berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di desa mereka. Mereka menuntut agar dilakukan audit menyeluruh terhadap anggaran dan aset desa guna memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan masyarakat.

Selain itu, warga juga meminta agar jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan desa tidak dikuasai oleh keluarga kades, sehingga tata kelola pemerintahan desa bisa berjalan lebih transparan dan akuntabel.

Kasus yang terjadi di Desa Sosepe menjadi cerminan dari permasalahan serius dalam tata kelola pemerintahan desa yang tidak transparan. Dugaan dinasti politik, penyalahgunaan anggaran, serta pemanfaatan aset desa untuk kepentingan pribadi menjadi alasan utama masyarakat mendesak Inspektorat untuk melakukan audit khusus terhadap Kades Sudin Jumati.

Petisi penangguhan pencairan anggaran desa tahun 2025 yang dibuat oleh warga menunjukkan betapa besarnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan kades saat ini. Masyarakat berharap agar pihak berwenang segera turun tangan untuk memastikan bahwa anggaran desa digunakan sesuai dengan kepentingan warga, bukan untuk kepentingan pribadi segelintir orang.

Jika tuntutan ini tidak segera ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin masyarakat akan melakukan aksi lebih lanjut demi menegakkan keadilan dan transparansi di Desa Sosepe. (RF)

LABUHA – Sekertaris Bappilu Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), Masykur Ar. Mahdi, kembali menepis isu pergantian Ketua DPC Partai Demokrat Halsel.

Pasalnya, Masykur menilai pernyataan Sekertaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Malut, Junaidi A. Bahruddin, ST, terkait salah pengetikan dalam 3 Surat Keputusan (SK) Plt Ketua Partai Demokrat Halsel yang dibuat pada 2023, 2024 dan 2025, itu sangat memalukan.

Pasalnya, pernyataan Sekertaris DPD Partai Demokrat Malut tersebut, sama halnya menganggap Ketua Umum (Ketum) Partai Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Sekertaris Jenderal (Sekjen) tidak tahu berorganisasi.

“Pernyataan Sek DPD, di salah satu media, bagi saya adalah hal yang memalukan. Itu sama artinya menganggap Ketum AHY dan Sekjen tidak tahu berorganisasi. Sehingga mengeluarkan SK Plt Tiga kali dengan substansi yang sama dan kesalahan yang fatal,” ungkap Masykur, Kamis (20/2/2025).

Sehingga itu, lebih lanjut, Masykur meyakini bahwa SK Plt Ketua Partai Demokrat Halsel yang sudah beredar diduga adalah skenario Sekretaris DPD Junaidi A. Bahruddin dan Ketua DPD Rahmi Husen.

“Ini hal yang tidak mungkin dikeluarkan DPP dengan mekanisme yang benar. Pastinya, SK tersebut diterbitkan melewati mekanisme Sulap. Demokrat adalah Partai besar, punya mekanisme Koreksi sebelum SK diterbitkan. Jadi DPD Demokrat Malut jangan buat pernyataan seolah-olah Partai Demokrat adalah Partai abal-abal,” tegasnya.

Masykur menambahkan, seharusnya Sekertaris DPD Partai Demokrat Malut, jangan buat pernyataan semacam itu. Apalagi kapasitasnya sebagai Sekretaris yang juga mengerti mekanisme penerbitan surat-surat Partai.

“Seorang Sekretaris Partai besar di level Provinsi yang seharusnya mengerti mekanisme penerbitan surat-surat Partai harus melewati tahapan koreksi. Masa membuat pernyataan ece-ece semacam itu,” pungkasnya. (Red)

Jakarta,Malutline – 10 Januari 2025 Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, Muhammad Kasuba dan Basri Salama, yang diusung dengan nomor urut 3, mengajukan keberatan terhadap hasil Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2024. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa melibatkan pasangan nomor urut 4, Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe.

Melalui pengacara mereka, Faudjan Muslim, Muhammad-Basri mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran dan ketidakadilan oleh KPU terkait penanganan pasangan Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sidang panel MK dengan nomor perkara 258/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Jumat (10/1).

Menurut Faudjan, pelanggaran tersebut bermula dari penetapan lokasi pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 1090 Tahun 2024, pemeriksaan kesehatan untuk calon kepala daerah ditetapkan di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie, Kota Ternate. Namun, Sherly Tjoanda justru menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.

“KPU memberikan perlakuan istimewa kepada Sherly Tjoanda, padahal seharusnya lokasi pemeriksaan semua calon berada di RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie. Bahkan calon lain, seperti mendiang Benny Laos, juga menjalani pemeriksaan di tempat yang sama,” jelas Faudjan.

Faudjan menyebut, proses penetapan Sherly sebagai pengganti mendiang suaminya, Benny Laos, juga dinilai tergesa-gesa. Benny Laos meninggal dunia dalam kecelakaan kapal pada 12 Oktober 2024, dan hanya berselang 11 hari, yakni pada 23 Oktober 2024, Sherly ditetapkan sebagai calon pengganti.

“Dengan kondisi Sherly yang masih dalam perawatan akibat kecelakaan, sulit untuk membayangkan ia menyelesaikan seluruh proses administrasi, termasuk pemeriksaan kesehatan, dalam waktu singkat. Penetapan ini cacat prosedural,” tegas Faudjan.

Pasangan Muhammad-Basri menganggap keputusan KPU menetapkan Sherly sebagai calon pengganti Benny tidak memenuhi syarat formal dan hukum. Mereka juga menyoroti kondisi fisik dan mental Sherly yang dianggap tidak memungkinkan untuk memenuhi kriteria calon kepala daerah.

Muhammad-Basri mengajukan tiga tuntutan utama: Pertama : Membatalkan Keputusan KPU Maluku Utara Nomor 67 Tahun 2024 tentang hasil suara Pilgub Malut. Kedua: Mendiskualifikasi pasangan nomor urut 4, Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe, dari Pilgub Malut 2024. Ketiga: Memerintahkan KPU Maluku Utara untuk melaksanakan PSU di seluruh TPS di Provinsi Maluku Utara tanpa melibatkan Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe.

Sidang ini menjadi salah satu dari rangkaian proses panjang dalam sengketa Pilgub Malut 2024. Keputusan akhir MK diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan atas dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh pihak Muhammad-Basri.

“Kami percaya Mahkamah Konstitusi akan mengedepankan asas keadilan dan integritas dalam menyikapi kasus ini,” tutup Faudjan dalam sidang. (Red)

Muat Lagi Berita