Malutline Com-Jakarta
Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali mencoreng wajah kemanusiaan bangsa. Kejadian memilukan yang menimpa seorang siswi SMP berusia 15 tahun di Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, menjadi sorotan publik. Korban diduga menjadi sasaran kekerasan seksual lebih dari sepuluh pria dewasa, termasuk dua orang guru, yang telah berlangsung sejak ia duduk di bangku SD hingga SMP.
Kasus ini terungkap setelah orang tua korban menyadari adanya perubahan mencurigakan pada kondisi fisik anaknya. Laporan resmi telah dilayangkan ke Polres Halmahera Selatan pada 2 Maret 2025, dengan nomor STPL/197/IV/2025/SPKT.
Menanggapi kejadian ini, Ketua Umum Kohati Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koordinator Komisariat Universitas Ibnu Khaldun (UIC) Jakarta, Risda Ibrahim yang juga merupakan putri asli dari Desa Bibinoi memberikan pernyataan keras dan penuh kepedihan. Ia menegaskan bahwa tindakan semacam ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang menghancurkan masa depan generasi bangsa.
“Anak-anak adalah tumpuan masa depan kita. Mereka berhak hidup dalam lingkungan yang aman, bebas dari kekerasan seksual dan ketakutan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan tak boleh diberi ruang toleransi sekecil apa pun,” tegas Risda Ibrahim.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak, Risda menyoroti pentingnya penegakan perlindungan hukum secara serius dan berkelanjutan. Ia menilai bahwa negara, melalui aparat penegak hukum dan lembaga terkait, harus menunjukkan keberpihakan nyata terhadap korban, bukan hanya dalam bentuk wacana, tetapi melalui tindakan konkret.
Lebih lanjut, Risda menekankan pentingnya pendekatan preventif melalui pendidikan karakter dan peningkatan kesadaran masyarakat.
“Kami mengapresiasi upaya polres halmahera selatan, namun harus ada langkah sistemik yang menyasar akar persoalan, yakni pembentukan karakter dan edukasi dini terhadap nilai-nilai moral dan kemanusiaan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa,” jelasnya.
Tak hanya mendorong penanganan yang cepat dan adil terhadap korban, Risda juga menuntut agar pelaku mendapatkan hukuman setimpal dan memberikan efek jera bagi pelaku lain di masa depan.
“Tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Mereka harus diadili seberat-beratnya. Keadilan bukan hanya untuk korban, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri,” imbuhnya.
Risda juga mengingatkan agar Kapolres Halmahera Selatan menjalankan tugas dan kewenangannya secara penuh, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 Jo Pasal 102 Ayat 1 KUHAP, yang menyatakan bahwa Polri bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta melakukan penyelidikan terhadap setiap tindak pidana.
“Kami menaruh harapan besar pada Kapolres Halmahera Selatan untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Penegakan hukum yang tegas adalah pilar dari keadilan sosial dan ketertiban masyarakat,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Risda Ibrahim mengajak seluruh elemen bangsa khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan, hingga keluarga serta masyarakat, hingga institusi negara untuk bersatu membangun budaya peduli terhadap perlindungan anak.
“Korps HMI-Wati akan terus mengawal proses hukum kasus ini hingga tuntas. Ini bukan hanya soal satu korban, tapi soal masa depan anak-anak Indonesia. Mari kita ciptakan lingkungan yang aman, bermartabat, dan layak bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang,” akunya.
Dengan sikap tegas ini, Kohati HMI UIC berharap mampu menggugah kesadaran kolektif bangsa untuk bersikap lebih proaktif dalam memberantas kekerasan seksual terhadap anak serta memastikan bahwa hak-hak anak terlindungi secara utuh dalam sistem hukum dan sosial masyarakat. pungkasnya (Red)