oleh

Menguak Kebenaran Sumpah Pemuda

-Artikel, Esai, Opini-130 views

Menguak Kebenaran Sumpah Pemuda  (Catatan Singkat Kontroversi Sejarah)

Sumpah Kita Adalah Satu
Kepalkan Tangan dan Maju
Jangan Sungkan Untuk Melawan Musuh
Karena Ulah Mereka Negara Jadi Rusuh
(Ismit G.Abdullah)

28 Oktober 1928 merupakan peringatan dalam upaya meyatukan gagasan serta gerakan kaum muda untuk melepas mata rantai kolonialisme, sehingga peringatan ini sebut sebagai “sumpah pemuda”.

Tepat pada tanggal 27-28 Oktober 1928  diselengarakan suatu agenda yang membahas berbagai macam problem di bangsa ini, dan pembahasan demikian diawali dengan semangat nasionalisme, bahasa, hukum adat, pendidikan dan lain sebagainya, sehingga hal itu menjadi instrumen yang diperingati pada setiap momentum.

Pada setiap tanggal 28 Oktober dari Sabang sampai Merauke memperingati hari “Sumpah Pemuda” dan dianggap sebagai suatu momentum berharga untuk menyerukan persatuan bangsa Indonesia dengan samangat nasionalisme.

Dalam sejarah justru istilah “Sumpah Pemuda” menjadi perdebatan dikalangan sejarawan, sementara kita hanya memperingati Sumpah Pemuda tetapi mengabaikan kebenaranya, alhasil semua itu kita anggap sebagai simbol pada saat diperingati hari Sumpah Pemuda. Istilah “Sumpah Pemuda” yang diperdebatkan para sejarawan seperti J.J. Rizal dan Batara Richard Hutagalung, bahwa istilah itu tidak pernah ditemui dalam teks asli yang dihasilkan pada Kongres II yang diselenggrakakan di Jakarta pada tahun 1928. Sehingga mereka mempertanyakan atas kevalidan peristiwa “Sumpah” yang sebenarnya,mereka menyebutnya “Putusan Kongres” yang tidak memiliki ikrar resmi. Kalau pun demikian mengapa kita dengan gagah berani memperingati makna ikrar yang tak resmi itu?

Menguak Kongres Pemuda ke II 1928

Sekalipun dalam Kongres Pemuda ke II dapat menghasilkan sebuah keputusan resmi yang disebut sebagai “Poetoesan Congres Pomoeda-Pomoeda Indonesia” yang menghasilkan tiga deklarasi diantaranya adalah, tentang tanah, bangsa, dan bahasa. Melalui sebuah tullisan dari media Titastory yang berjudul “Kontroversi Sumpah Pemuda Sejarah Yang Diperdebatkan Sejarawan” bahwa dokumen yang tersimpan di Museum Sumpah Pemuda di Jakarta, terkait sebuah deklarasi itu yang menggunakan kata “mengakui” dan “menjunjung” sebagai bentuk kesepakatan atas gagasan kesatuan. Tidak ada kata “sumpah” atau “janji” yang kuat yang mengisyaratkan pengikatan diri sebagaimana yang dipahami dalam istilah “Sumpah Pemuda”.

Melalui sebuah rekonstruksi “Sumpah Pemuda” oleh Muhammad Yamin yang dianggap sebagai rekayasa ideologis, yang mengundang banyak kritikan para sejarawan. Muhammad Yamin adalah seorang tokoh sekaligus kunci dalam sejarah kemerdekaan yang dianggap sebagai aristek pengangkatan istilah “Sumpah Pemuda” juga Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet Ali Sastroamijoyo. Yamin kemudian memberi nama “Putusan Kongres Pemuda” sebagai “Sumpah Indonesia Raya” yang kemudian bergeser menjadi “Sumpah Pemuda”

Lalu apa yang menjadi kontroversi pada istilah “Sumpah Pemuda” para sejarawan menganggap atas rekonstruksi Muhammad Yamin merupakan rekayasa ideologis untuk memperkuat rasa kebangsaan  Indonesia. Rekayasa yang dimaksud atas istilah “Sumpah Pemuda” tersebut adalah karena tidak pernah ditemui dalam dokumen asli pada Putusan Kongres Pemuda II di Jakarta tahun 1928, yang kemudian menjadi kotroversi dikalangan sejarawan.

Olehnya itu ada sebuah artikel yang ditulis Apituley yang mencakup kritik tajam oleh sejumlah sejarawan terhadap konsep “Sumpah Pemuda” dalam tulisan itu diungkapkan bahwa istilah tersebut merupakan rekayasa yang tidak tercatum dalam dokumen asli Putusan Kogres Pemuda II, dan itu hasil pertemuan dalam sejarah tepat pada 27-28 Oktober 1928 yang dihadiri berbagai organisasi pemuda. Hal ini juga diungkapkan oleh J.J. Rizal, Batara Richard Hutagalung, dan Ichwan Azhari bahwa Sumpah Pemuda sebenarnya muncul sebagai narasi simbolik belaka atas inisiatif Muhammad Yamin. Yamin, dengan restu Soekarno yang kemudian dianggap mempopulerkan konsep tersebut untuk memperkuat nasionalisme Indonesia pasca-kemerdekaan.

Kalaupun alasanya bahwa konsep “Sumpah Pemuda” merupakan sebuah upaya agar memperkuat rasa nasionalisme, harusnya berdasarkan pada keputusan yang diputuskan dalam Kogres ke II, sehingga istilah itupun tidak hanya menjadi narasi simbolik semata tetapi menjadi narasi sejuta makna. Namun yang terjadi justru menuai banyak kritikan oleh para sejarawan.

Kemudian, jika konsep “Sumpah Pemuda” merupakan narasi simbolik, maka peran bahasa dan simbolik menjadi kekuasaan, sehingga makna pembenaran yang terkandung dalam teks pun tidak dipahami dengan jelas oleh generasi hari ini.

Menurut hemat saya selain kritikan tajam diatas, bahwa dibalik pembentukan Organisasi Boedi Uetomo 1908-1928 yang merupakan sentral penuntut kemerdekaan Indonesia, menyimpan banyak keanehan. 1928 menurut Mr.A.K.Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia bahwa Boedi Oetomo menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia, walaupun sampai dengan kongres tersebut, karena Boedi Oetomo lebih merpertahankan Djawanisme ketimbang persatuan. Itu artinya bahwa Sumpah Pemuda merupakan rekayasa juga bukan penuntut kemerdekaan Indonesia. Lalu apa yang dibanggakan pada 28 Oktober 1928? Boedi Oetomo saja dibubarkan oleh Dr.Soetomo sendiri pada tahun 1931 karena tidak sejalan dengan tuntutan zamanya, persoalnya adalah ajaran Kedjawean atau Djawanisme dipertahankan dalam Boedi Oetomo. Bahkan Boedi Oetomo juga berani menghina Rasulullah Saw. Tetapi tetap saja diperingati dan dihormati.

Saya berharap agar kiranya catatan singkat ini menjadi refleksi sejarah, agar kita menjelajah kembali dalam sejarah untuk menguak kebenaran yang disembunyikan.

 

Referensi :

Titastory.id : Kontroversi Sumpah Pemuda Sejarah Yang Diperdebatkan Sejarawan.

J.J. Rizal : Melawan Lupa, Sumpah Pemuda Kebohongan Besar.

Mr.A.K.Pringgodigdo : Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia.

Amad Mansur Suryanegara : Api Sejarah Jilid I.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed