HALSEL – Larangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kepada aparatur Desa berpolitik praktis pada saat perhelatan Tahun politik, tampaknya tak diindahkan. Padahal, dalam imbauan sudah jelas menegaskan larangan bagi Kepala Desa dan perangkat Desa terlibat dalam kampanye atau memberikan dukungan kepada Calon Kepala Daerah pada Pilkada.
Buktinya, pada saat kampanye Calon Bupati petahana Bassam – Helmy, di Desa Waigitang, Kecamatan Pulau Makian, Minggu 3 November 2024, ada dugaan keterlibatan Sekretaris Desa (Sekdes) Halil Gaus dan Majelis Ta’lim yang diduga diarahkan Kades Waigitang mengikuti kegiatan kampanye terbuka terbatas.
Dugaan keterlibatan ini diterima awak media usai foto bersama antara Sekdes dan Calon Bupati nomor urut 3 yang beredar ramai di WhatsApp.
Anggota Panwaslu, Kecamatan Pulau Makian, Mursal Hamir saat dikonfirmasi media ini, Senin (4/11/2024), mengatakan pihaknya akan meminta laporan panwas kelurahan/desa (PKD) Waigitang terlebih dahulu.
“Tunggu saya konfirmasi di Panwas Desa dulu. Soalnya tadi ada 5 Desa yang dorang (mereka, Basaam-red) turun kampanye bersamaan. Jadi dari Kecamatan tara (tidak) sempat monitoring di Waigitang,” ujar Mursal saat dikonfirmasi wartawan.
Setelah berkomunikasi dengan PKD, Mursal mengaku mendapatkan laporan bahwa sekdes yang dimaksud seperti foto yang beredar merupakan kakak dari Halil Gaus.
“Informasi dari PKD bahwa itu bukan mereka (sekdes), tapi dorang (mereka) punya kaka),” sebutnya.
Terima kasih atas informasinya kami akan turun klarifikasi yang bersangkutan kalau memang betul itu sekdes,” sambungnya.
Terpisah, salah satu warga Pulau Makian yang meminta tidak menyebutkan namanya membenarkan foto yang beredar di media sosial merupakan sekdes Waigitang Halil Gaus.
“Benar yang bersangkutan sekdes Waigitang, tetapi dia hadir mewakili pak imam karena pak imam tidak hadir. Kebetulan sekdes baru selesai sholat dhohor makanya langsung diminta wakili imam,” terangnya.
Diketahui, Bawaslu RI telah mencatat tujuh jenis pelanggaran netralitas yang kerap terjadi di tingkat desa, termasuk berfoto dengan calon kepala daerah, menghadiri kegiatan kampanye dan mengarahkan dukungan kepada pasangan calon tertentu.
Aparatur desa juga dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis, baik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena dikhawatirkan akan adanya konflik interest antara perangkat desa dengan masyarakat.
Selain itu, Kepala Desa dan perangkat Desa dilarang melakukan politik praktis yang regulasinya tertuang dalam Pasal 280, Pasal 282, dan Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi yang dikenakan jika aparatur desa terbukti melakukan politik praktis dapat berupa sanksi pidana penjara dan denda.
Selanjutnya, larangan aparatur Desa ikut berpolitik praktis juga tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf g disebutkan kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf j kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye Pemilu dan/atau Pilkada. (Red)
Komentar